Pertemuan ke 10 Kelas Audit Industri Spesifik: Power Plant

Pada kelas Audit Industri Spesifik pertemuan ke-10 (15/11/2024), dilakukan pembahasan atas industri power plant yang dibawakan oleh Ibu Lince Ledy selaku partner Audit dan Bapak Renaldi Ndoen selaku Senior Manager Audit  di KPMG Indonesia. Melalui kelas ini banyak hal baru yang dapat dipelajari dalam industri power plant, seperti proses bisnis, standar-standar akuntansi yang digunakan, dan model pengakuan pendapatan.

Proses bisnis industri power plant terdiri dari 2 fase, yaitu construction phase dan COD phase. Construction phase dimulai dengan pembangunan power plant (pabrik listrik). Dalam membangun power plant, PLN akan melakukan agreement dengan IPPs, yang disebut sebagai Power Purchase Agreement (PPA).  Hal ini karena pembangunan power plant membutuhkan dana yang besar. Dengan adanya PPA, tanggung jawab atas pembuatan desain, konstruksi, dan pendanaan power plant akan diserahkan pada IPP. Untuk mengkonstruksi power plant, IPP biasanya akan melakukan agreement dengan kontraktor EPC, yang disebut sebagai EPC Contract. Pendanaan untuk power plant didapat IPP melalui peminjaman ke bank/kreditor (70%) dan modal sendiri (30%).  COD Phase dimulai setelah power plant selesai dibangun, diuji, dan siap dioperasikan. Pada fase ini, IPPs menjual listrik yang dihasilkan power plant ke PLN. PLN kemudian akan bertindak sebagai distributor dan menyalurkan listrik ke masyarakat. Fase ini berlangsung hingga kontrak PPA berakhir.

Selain mempelajari proses bisnis industri power plant, mahasiswa juga diajak untuk memahami standar-standar akuntansi untuk PPA. Terdapat tiga jenis standar akuntansi untuk PPA, yaitu IFRIC 12 (ISAK 16), IFRS 16 (PSAK 73), dan Executory Contract (IFRS 15/PSAK 72). Penentuan standar akuntansi yang tepat dilakukan dengan cara menjawab beberapa tahapan pertanyaan.

Pengakuan pendapatan dalam standar akuntansi IFRIC 12 memiliki dua pendekatan, yaitu financial assets model dan intangible assets model. Pada kelas ini dijelaskan beberapa perbedaan perlakuan akuntansi antara kedua pendekatan tersebut, contohnya perihal pengakuan pendapatan. Apabila menggunakan financial assets model, terdapat tiga jenis pendapatan yang dapat diakui oleh IPP, yaitu construction margin, operation and maintenance margin, dan finance income. Sementara itu apabila menggunakan intangible assets model, hanya dua jenis pendapatan yang dapat diakui, yaitu construction margin dan operation and maintenance margin.

Kelas ditutup dengan memperlihatkan simulasi IPP accounting dan contoh laporan keuangan perusahaan industri power plant. Melalui laporan keuangan tersebut, dapat diketahui bahwa akun signifikan untuk IPP yang menggunakan IFRIC 12 adalah Service Concession Receivables, sedangkan akun signifikan untuk IPP yang menggunakan IFRS 16 adalah Lease Receivables. Mahasiswa juga diberikan kesempatan bertanya mengenai materi yang dipaparkan pada pertemuan ini. Dengan adanya sesi tanya jawab, pemahaman mahasiswa atas industri power plant bertambah luas.

X